Sabtu, 28 Juni 2008

Indonesia Menuju Pendidikan Inklusif



Moch. Sholeh Y.A. Ichrom

Sebagian kepala seekor kupu-kupu menyembul di luar kepompongnya. Meskipun hanya sebagian kecil, indahnya tampak jelas terlihat. Penggambaran ini mungkin hanya sebuah metafor bagi pendidikan inklusif di Indonesia saat ini.

Ketika pendidikan inklusif diperkenalkan, hal itu dipandang seperti ulat yang memakan daun, buah dan pohon pendidikan khusus. Ide inklusi menghadapi skeptisme dan penolakan, beberapa orang berpendapat:

  • Inklusi hanyalah istilah lain untuk pendidikan terpadu, sebuah konsep yang telah lama diimplementasikan di Indonesia;
  • Inklusi akan menghilangkan pekerjaan guru-guru pendidikan khusus;
  • Kebijakan pendidikan tidak memungkinkan pemberlakuan inklusif;
  • Peralihan/pengubahan dari sekolah khusus atau terpisah terlalu sulit;
  • Inklusi hanya dapat dilaksanakan di negara-negara yang jumlah siswa per kelasnya sedikit sehingga memungkinkan pembelajaran individual, tetapi tidak untuk Indonesia yang memiliki kelas-kelas besar;
  • Inklusi hanya dapat dilaksanakan di negara-negara yang memiliki guru profesional dalam jumlah memadai, sedangkan Indonesia masih berjuang meningkatkan kualitas guru, dan juga;
  • Inklusi bergantung pada gaji guru yang tinggi.

Namun demikian setelah pertemuan-pertemuan untuk menggugah kesadaran, lokakarya dan diskusi, banyak orang kemudian menyadari bahwa:

  • Inklusi dan integrasi adalah dua konsep yang berbeda;
  • Konsep inklusi terkait erat dengan banyak nilai yang ada di masyarakat Indonesia;
  • Di masa mendatang, dibutuhkan lebih banyak guru dengan pengetahuan dan pengalaman tentang anak-anak dengan kebutuhan pendidikan khusus-mendukung guru dan anak-anak di sekolah inklusif;
  • Peralihan dari segregasi ke inklusi mungkin memang sulit dilakukan, tetapi itu adalah satu-satunya cara menuju PUS;
  • Inklusi dapat berhasil di kelas-kelas besar;
  • Guru-guru kita dapat menjadi guru-guru yang baik; kita perlu mempercayai dan memberdayakan mereka;
  • Kita semua menginginkan guru mendapat gaji lebih besar, tapi kita tidak boleh lupa bahwa beberapa guru terbaik bekerja di sekolah-sekolah desa dengan gaji rendah.

Semboyan nasional ‘Bhineka Tunggal Ika’ mencerminkan nilai inklusif yang sudah diyakini selama berabad-abad. Pengajaran agama, toleransi dan penghormatan bagi perbedaan individu telah menjadi bagian karakteristik bangsa Indonesia selama berabad-abad. Pengajaran-pengajaran ini memasukkan konsep-konsep dan petunjuk-petunjuk praktis untuk mempelajari matematika, IPA, dan IPS, bahasa, pendidikan kejuruan dan olahraga. Ajaran-ajaran ini masuk dalam konsep dan memberi arahan dalam pembelajaran matematika, IPA, IPS, bahasa, pelatihan kejuruan dan pendidikan olah raga. Banyaknya budaya dan kekayaan alam adalah faktor lain yang membantu rekan-rekan kami di Indonesia untuk merangkul konsep pendidikan inklusif dan ramah anak.

Hasil nyata dari proses diseminasi mulai tampak. Pemerintah telah mengeluarkan sejumlah peraturan, kebijakan, rencana, dan program, bahkan memberikan pendanaan untuk pelaksanaan pendidikan inklusif di Indonesia. Perubahan status dari Subdirektorat Pendidikan Luar Biasa menjadi Direktorat yang bertanggung jawab untuk pendidikan inklusi dan pendidikan luar biasa, telah membantu mempercepat diseminasi inklusi. 9 pusat sumber telah ditunjuk untuk mendukung implementasi pendidikan inklusif dan sekolah yang ramah anak. Meskipun mereka memiliki kemampuan berbeda untuk melaksanakan program, mereka tetap merupakan bagian penting dari proses menuju inklusi. Pada tingkat perguruan tinggi, tahun 2003 lalu telah dibuka program pasca sarjana bidang pendidikan inklusif dan kebutuhan khusus di UPI Bandung. Saat ini, program ini merupakan program yang paling terkenal di antara semua program lain di UPI. Rencana kegiatan inovatif lain tentang inklusi, saat ini tengah dikembangkan di Universitas Sebelas Maret Solo dan di Universitas Negeri Padang. Program pelatihan multi tingkat bagi staf pendidikan, dosen, guru, dan aktifis pendidikan di tingkat provinsi dan wilayah, diharapkan menjadi motor penggerak perubahan menuju inklusi di 9 propinsi. Pelatihan tersebut difokuskan pada pemberdayaan pengguna, mendorong kemandirian dan memperkuat hubungan antara inklusi dan kondisi masyarakat lokal.

Deklarasi ‘Indonesia menuju Pendidikan Inklusif’ yang disebut juga Deklarasi Bandung dengan jelas menyebutkan komitmen moral peserta pada pelaksanaan pendidikan inklusif. Versi adaptasi ‘Merangkul Perbedaan - Perangkat untuk Menciptakan Lingkungan yang Ramah terhadap Pembelajaran’ telah diluncurkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada hari pendidikan nasional, 2 Mei 2005 dan telah didistribusikan ke ratusan sekolah di Indonesia dan Timor Timur.

Pada bulan September 2005 lebih dari 500 peserta dari 30 negara menghadiri ‘Simposium Internasional tentang Inklusi dan Penghapusan Hambatan Pembelajaran: Partisipasi dan Perkembangan’ di Bukittinggi dan Payakumbuh, Sumatra Barat. Indonesia merasa bangga menjadi tuan rumah peristiwa monumental ini. Rekomendasi dari simposium akan lebih memperkuat perkembangan menuju Inklusi di Indonesia.

Banyak hal telah terjadi sejak gagasan inklusi diluncurkan pada tahun 1999, tapi baru sedikit bagian dari kupu-kupu yang tampak, keindahannya, dapat terlihat, namun kecemerlangan yang sesungguhnya masih ditunggu kemunculannya. Sudah saatnya bagi si kupu-kupu untuk keluar dari kepompongnya, memunculkan lebih banyak kupu-kupu dan terbang ke seluruh penjuru negeri dan ke negeri yang lebih jauh. (diadopsi dari eenet.org.)

Moch. Sholeh Y.A. Ichrom, Universitas Sebelas Maret, Jl. Ir. Sutami 36A, Surakarta, Jawa Tengah; email: msyai@idp-europe.org

Tidak ada komentar: