Sabtu, 28 Juni 2008

Minat Baca, dan Buku Murah

Saya yakin, bukan karena membaca, Suparto Brata tidak mungkin menghasilkan ratusan karya sastra. Karena membaca, Albert Einstein bisa menjadi ilmuwan. Karena membaca pulalah seorang anak SD yang bernama Faiz Abdurrahman, dapat menulis beberapa buku. Berkaitan dengan membaca, kemampuan membaca masyarakat kita sangat memperihatinkan.

Menurut data International Educational Achievement (IEA) melaporkan bahwa kemampuan membaca anak SD Indonesia berada di urutan 38 dari 39 negara yang disurvei. Ketidakmampuan masyarakat terhadap membaca salah satunya, disebabkan oleh rendahnya minat membaca masyarakat. Oleh karena itu salah satu tugas penting kita semua adalah bagaimana masyarakat kita gemar dan memiliki minat membaca dan itu harus dimulai sejak dini.

Keluarga mempunyai peranan yang sangat besar dalam menanamkan minat membaca pada anak. Orang tua bisa menanamkan minat membaca dengan berbagai cara misalnya; membelikan buku-buku bacaan yang disukai anak, pemberian reward kepada setiap anak jika mampu mengkhatamkan buku, atau hanya sekedar mengajak mereka jalan-jalan ke toko buku.

Tetapi, tidak semua keluarga bisa melakukan hal tersebut. Terutama keluarga yang berasal dari kelas menengah ke bawah; dengan kondisi ekonomi yang serba terbatas. Alih-alih beli buku, beli makan saja susah. Kondisi tersebut sangat kontras dengan kehidupan keluarga menengah ke atas. Mereka seringkali mempunyai kemudahan dalam mengakses buku.

Buku sekarang menjadi barang mahal terutama buku-buku yang berbobot dan ”berkualitas”. Toko-toko buku di Surabaya seperti; TB Gramedia, Uranus, Gunung Agung, jarang menjual barang dagangannya dengan harga murah. Kalaupun ada dengan berbagai diskon, kebanyakan sudah expaied. Beruntung warga Surabaya masih punya Belauran. Meskipun, keorsinilitas buku-buku di sana masih diragukan.

Pemerintah selama ini berupaya dengan memberikan fasilitas perpustakaan dan mobil perpustakaan keliling. Tetapi, fasilitas tersebut tidak sebanding dengan jumlah warga yang mencapai 2.599.796 jiwa (2000).

Kita Tidak bisa hanya mengandalkan Perpustakaan daerah (Perpudas) atau pameran-pameran buku murah. Sebenarnya pemerintah bisa medirikan perpustakaan mini model sanggar belajar atau Rumah baca di setiap Kecamatan atau kelurahan. Tempat-tempat tersebut kemungkinan besar lebih mudah diakses oleh semua orang dan lebih efektif. Sanggar Alang-alang atau Rumah Baca (RumCa) Az-Zahra di Ketintang layak dibuat percontohan. (Tulisan ini pernah dimuat dimedia nasional)

Tidak ada komentar: